Mawar
itu berduri. Indahnya memikat hati.Aromanya; wangi sekali. Kata Bung Karno: "Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya,
dengan sendirinya harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya."
Bunga
mawar tak perlu meyakinkan atau mengatakan dirinya wangi. Tak perlu. Ia tak
mempropagandakannya ke tiap sudut atau ruang kehidupan bahwa ia benar-benar
wangi.
Artinya,
segala kebajikan dan kebenaran pasti akan sampai dan akan terungkap tanpa harus
dipropagandakan. Begitu juga sebaliknya, tiap-tiap yang busuk pasti akan
terbongkar. Karena, Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium
juga. Sehebat apapun menyembunyikan suatu kejahatan suatu saat, proses waktu akan menyingkapnya.
Sementara,
Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya harum
semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya.
Bro
dan sis…
Hidup
seumpama bunga Mawar. Durinya bukan untuk melukai orang lain. Tapi, untuk
melindungi. Duri bagi mawar adalah nafas
bagi batang tubuhnya. Ia menjaga keindahan dan merawat dalam kasih sayang dan
setia sampai mawar kembang.
Bila
mawar kembang, semerbaknya dibawa angin sejuk yang mewangi di tiap ruang.
Tiap
kelopaknya adalah susunan keindahan.
Sejati
hidup harusnya begitu. Seperti bunga mawar…
Kalaupun
hidup berduri, atasi dengan kelapangan hati dan kejernihan pikiran serta
semangat yang menyala dalam apa yang kita sematkan di dada yakni : Saya Peduli
!
Dan
sekali waktu jangan pernah mengirimkan
duri penusuk jantung hati seseorang.
Kirimkanlah,
cinta dan keindahan. Rindu dan kewangian. Kasih dan kedamaian.
Waktu,
jangan biarkan terbuang percuma. Tiap hari harus ada narasi kebajikan yang kita
ciptakan dan kita tebarkan di muka bumi yang mulia , walau hanya itu sekedar menyingkirkan
duri dari tengah jalan.
Hidup
adalah percakapan antara waktu dan perbuatan.
Waktu
yang singkat harus diperpanjang dengan catatan kehidupan yang menjadi buku
bacaan bagi anak cucu kita kelak. Catatan baik kehidupan adalah legacy yang
kita hadiahkan untuk anak cucuk kita nanti.
Bukumu,
jangan sampai kumuh atau lusuh oleh catatan catatan sampah yang bau.
Tiap
manusia adalah pencipta buku bagi anak cucunya nanti. Karanglah buku buku yang
indah dan wanginya seperti mawar nan
mekar.
Bukumu
tak harus aksara berukir tulisan tapi
adalah susunan aksara yang ditulis oleh ruang dan waktu dalam pulunan sejarah
yang tercatat dan dikenang oleh banyak orang.
Mari
kita menciptakan buku kehidupan nan menjadi kebanggaan bagi, anak, ponakan dan
cucu kita.
Hidup
itu bergerak.
Bergegaslah
untuk berbuat baik!
Tapi,
jangan liar...
Karena,
hidup bukan keliaran. Ia adalah " keniscayaan jinak" yang cerdas.
Salam
Saya Peduli dalam semangat solidaritas untuk NKRI yang kita cintai ! (*)
Catatan
Tentang Penulis:
Syarifuddin
Tanzil adalah Caleg DPR RI dari Partai
Solidaritas Indonesia (PSI), Dapil Jawa Tengah II yang meliputi Demak, Kudus
dan Jepara. Nomor Urutnya 1.